geografis pesantren
oleh: suteja
Sejarah mencatat,
akibat keberhasilan pendidikan pesantren dalam menanamkan keikhlasan kepada
para santrinya telah banyak memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara,
baik secara langsung ataupun tidak langsung. Beberapa pesantren tua seperti
dikemukakan di atas telah berhasil memberikan teladan dengan melakukan
konfrontasi secara fisik dengan penjajah. Hal ini dapat dicermati juga melalui
letak geografis beberapa pesantren di
tanah Jawa yang sejak semula nyata-nyata menampakkan perlawanan dengan
sentra-sentra kekuatan dan ekonomi penjajahan Belanda di Indonesia. Pesantren Tebuireng Jombang (Jawa Timur)
letaknya tepat berhadapan dengan salah satu pabrik gula terbesar yang
terletak di Desa Cukir Jombang. Fenomena ini menunjukkan bahwa sejak semula
pesantren telah menyatakan konfrontasi dengan kemajuan teknologi Barat yang
secara langsug mempengaruhi pola fikir dan prilaku santri waktu itu.
Di wilayah Jabawa
Barat terdapat pesantren tua yang terletak di Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin
Cirebon .
Pesantren ini berdiri sejak tahun 1817. Ketika terjadi Perang Diponegoro di
Jawa tengah (1825-1830), yang dipimpin
oleh Syaykh Abdurrahim putra Amangkurat
III dari hasil pernikahan dengan seorang putri Kyai dari Desa Tingkir, Ki Jatira (kyai yang sebenarnya putra Banten
dan utusan kesultanan Mawlana Hasasnuddin Banten) dan para santri pesantren itu
tengah berjuang keras melawan Belanda yang bermarkas di Gunung Jaran Desa
Gempol Kecamatan Ciwaringin. Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon (didirikan KH. Syathori) adalah salah satu pesantren di wilayah kawedanan Arjawinangun
yang sebagian bangunan fisiknya mempergunakan tanah bekas pabrik gula yang
dibangun Belanda (regendom). KH.
Ahmad Syathori termasuk salah seorang santri KH. Jawhar ‘Arifin Balerante yang
tergolong kirtis. Dia juga belajar hadits/ilmu hadits dan fiqih Maliki kepada
Syakykh Muhammad ‘Alawiy al-Malikiy di Madinah. Semasa penjajahan Belanda dan
pendudukan Jepang, sang kyai ini kerapkali keluar masuk penjara karena
perlawananya terhadap kekuasaan kolonial.
Beberapa pesantren
lain yang juga memposisikan diri berkonforntasi dengan kekuatan penjajah
misalnya: Pesantren Kempek Ciwaringin (didirikan oleh K. Harun), Pesantren Balerante
Palimanan (didirikan seorang putr bangsawan bernama Cholil), Pesantren Sukun
Sari Plered (Weru Kidul), Buntet Pesantren di Mertapada Wetan Kecamatan
Astajanapura, dan Pesantren Gedongan Desa Ender Astanajapura. Letak geografis
semua pesantren tersebut mendekati
pabrik gula yang pada masa itu merupakan
pusat perkonomian Belanda yang
dijadikan tumpuan eksploitasi kekuatan infrastruktur rakyat Indonesia .
0 komentar:
Posting Komentar